DINAS PARIWISATA KOTA BULUNGAN

by Administrator - http://pariwisatabulungan.blogspot.com

DINAS PARIWISATA BULUNGAN

by Administrator - http://pariwisatabulungan.blogspot.com

DINAS PARIWISATA BULUNGAN

by Administrator - http://pariwisatabulungan.blogspot.com

DINAS PARIWISATA BULUNGAN

by Administrator - http://pariwisatabulungan.blogspot.com

DINAS PARIWISATA BULUNGAN

by Administrator - http://pariwisatabulungan.blogspot.com

DINAS PARIWISATA BULUNGAN

by Administrator - http://pariwisatabulungan.blogspot.com

Halaman

Rabu, 07 Desember 2011

gambar




Minggu, 03 April 2011

Tentang Blog


Blog ini berisikan informasi dan tentang wisata yang ada di bulungan. Dengan adanya Blog ini mungkin sangat mempermudah kita untuk mengetahui wisata - wisata yang ada di bulungan, yang mungkin belum di ketahui sebelumnya, serta mendapatkan informasi yang lebih detail's tentang lokasi dan bentuk wisata - wisata yang ada di bulungan.


Semoga "http://pariwisatabulungan.blogspot.com/" ini bisa bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

 

~"Terima Kasih"~

Rabu, 09 Maret 2011

Keraton Kesultanan Bulungan

Dijelaskan dalam buku SEKILAS SEJARAH KESULTANAN BULUNGAN DARI MASA KE MASA yang ditulis oleh: H.S. Ali Amin Bilfaqih, S.Ip. bahwa peristiwa pembakaran dan penjarahan Kesultanan Bulungan terjadi pada tanggal 23-24 Juli 1964. Sejumlah kerabat dan keluarga Sultan ditangkap, terbunuh dan dinyatakan hilang tanpa status. mereka dituduh melakukan gerakan subversif BULTIKEN (Bulungan-Tidung-Kenyah).


Peristiwa ini terjadi setelah masa pemerintahan Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin berakhir atau setelah beliau wafat (wafat pada tanggal 21 Desember 1958). Ketika beliau wafat status Bulungan masih merupakan Daerah Istimewa. Beliaulah kepala daerah istimewa Bulungan (DIB) yang pertama dan terakhir karena pada masa selanjutnya dengan Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959, status DIB diubah menjadi Daerah Tingkat (Dati) II Bulungan dan ditetapkan Andi Tjatjo Gelar Datuk Wiharja (1960-1963) sebagai Bupati yang pertama. Pada masa selanjutnya Andi Tjatjo digantikan oleh: Damus Managing Frans (1963-1964). Setelah kurang lebih satu tahun beliau digantikan oleh: E.N. Zakaria Mas Tronojoyo (1964-1965). Kemudian secara berurutan hingga pejabat Bupati yang ke-11 (pada saat sekarang ini) adalah Drs. H. Budiman Arifin, M.Si. demikianlah catatan-catatan yang dihimpun dan ditulis oleh Bagian Humas Sekretariat Kabupaten Bulungan dalam Profil Kabupaten Bulungan (2008).


Komparasi data-data tersebut melahirkan analisa logis bahwa sistem pemerintahan kesultanan di wilayah Bulungan telah berakhir setelah Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin wafat dan selanjutnya terjadilah sebuah tragedi yang mengenaskan dan tidak berperikemanusiaan itu pada masa transisi antara Damus Managing Frans dengan Mas Tronojoyo.


Kelanjutan dari peristiwa tragis itu seorang putra daerah (Iwan Samariansyah) dalam artikelnya yang ditulis pada sebuah blog ISANDRINESIA DIGEST (2007) memberikan informasi bahwa pada tanggal 1 Februari 2003 dalam acara Temu Kader Partai Golkar di lapangan Agathis Tanjung Selor yang dihadiri Akbar Tanjung, para aktivis dari Kabupaten Bulungan mengajukan gugatan yang dikenal dengan "Bulungan Menggugat". Mereka meminta agar Akbar Tanjung sebagai salah satu tokoh nasional mendukung rakyat di Kabupaten Bulungan menegakkan kebenaran dan keadilan di bumi Tenguyun dalam kaitannya dengan peristiwa sejarah yang pernah terjadi pada tahun 1964.


Dua pasal tuntutan mereka adalah:
(1) Agar pemerintah pusat menyampaikan permohonan maaf kepada ahli waris Kesultanan Bulungan atas terjadinya pembunuhan terhadap 50 orang keluarga Sultan Bulungan pada kejadian tahun 1964.


(2) Agar pemerintah pusat dapat memberikan ganti rugi yang layak atas hancur dan terbakarnya keraton kesultanan Bulungan serta dirampoknya harta benda kesultanan yang kini lenyap tak tersisa.


Terkait dengan hal tersebut sebenarnya Datoe Dissan Maulana dan Datoe Abdul Azis dalam wawancaranya dengan "Gatra.com" di situs gatracom (tertanggal 19 Desembar 2002) juga pernah menjelaskan bahwa runtuhnya kerajaan Bulungan, akibat ulah antek-antek PKI di bawah pimpinan Panglima Kodam Mulawarman, Brigjen TNI Soeharyo yang membakar dan menjarah isi istana. Bahkan, puluhan kerabat keraton dibunuh dengan tuduhan akan melakukan makar dan bergabung dengan Malaysia. Peristiwa subversif itu dikenal dengan "Bultiken" (Bulungan-Tidung-Kenyah). Puluhan kerabat keraton, serta ratusan rakyat yang tidak berdosa dibantai oleh serdadu tanpa proses pengadilan, dan mayatnya dibuang ke laut Tarakan. Bukti bahwa tuduhan makar itu tidak terbukti adalah adanya surat pernyataan minta maaf dari pasukan Soeharyo, serta pengembalian harta benda yang dijarah pada era Orde Baru, namun sebagian benda-benda berharga itu hilang.

Masih dari situs gatracom dijelaskan bahwa Dt. Dissan Maulana adalah putra ke-10 dari almarhum Sultan Maula Muhammad Jalaluddin. Sedangkah Datoe Abdul Azis adalah cucu dari almarhum Dt. Mansyur. Paling tidak, keterangan yang disampaikan oleh mereka memiliki tingkat validasi (keabsahan) yang tinggi.

Jumat, 04 Maret 2011

Musium Kesultanan Bulungan

Koleksi Unik dan Menarik Museum Kesultanan Bulungan.

Berbicara mengenai sejarah dan budaya Bulungan, kita tentunya tidak bisa melewatkan begitu saja mengenai koleksi-koleksi sejarah dan budaya Bulungan yang tak ternilai harganya itu yang saat ini disimpan dengan baik di Museum Kesultanan Bulungan, museum ini di bangun sekitar tahun 1999, dengan desain arsitektur yang mengacu pada model keraton kesultanan Bulungan dengan skala yang lebih mini.

Banyak hal yang unik dan menarik, seakan terlewat begitu saja disekitar kita, tak terkecuali jika kita berkunjung ke museum Kesultanan Bulungan atau yang lebih dikenal dengan nama museum Bulungan, namun percaya atau tidak museum kebanggan masyarakat Bulungan ini menyimpan koleksi yang “tak biasa” yang mungkin agak sulit ditemukan pada tempat sejenis.

Saya akan membawa anda berkelana untuk menyaksikan sebagian keunikan benda-benda tinggalan sejarah Bulungan yang mungkin akan jarang anda temukan di tempat lain, mudah-mudahan ini akan merubah sedikit persepsi anda mengenai museum Bulungan ini. inilah persembahan dari Bulungan untuk dunia! ...

1. Sikat gigi paling mahal di Bulungan.

Kalau saya ditanya, apa saja koleksi bulungan yang unik dan “tak biasa” , saya akan memulainya dengan koleksi sikat gigi paling mahal dan bersejarah dari Bulungan, anda boleh percaya atau tidak jauh sebelum produk sikat gigi menjadi bagian dalam kehidupan moderan masyarakat Bulungan, benda bernama sikat gigi itu sudah dikenal di lingkungan istana bulungan.

Salah satunya adalah koleksi yang diperkirakan milik Sultan Bulungan yang terakhir, sikat gigi ini menjadi istimewa karena bentuknya yang “tak biasa” terdiri dari bulu sikat yang lembut dipadukan dengan kemewahan gagang yang sepenuhnya terdiri dari besi putih atau mungkin perak murni, tersimpan dengan rapi dalam kotaknya yang berwarna putih. sayangnya belum tau pasta gigi seperti apa yang digunakan saat itu ^_^ .

2. Delphin Filter.


Jika melihat koleksi unik yang satu ini, saya jadi teringat dengan galon air mineral isi ulang, ya Delphil Filter adalah semacam galon isi ulang tempo dulu, tapi tentu saja dengan tambahan kemewahan yang menawan karena dilapis dengan keramik mahal bermutu tinggi. sayangnya koleksi ini mungkin hanya satu-satunya yang dapat diselamatkan di museum kesultanan Bulungan ini.


3. Meja yang berkilau dari Bulungan.


Sekilas, koleksi ini tampaknya hanya meja kayu kuno yang biasa-biasa saja, itu kalau anda tidak memperhatikannya dengan seksama, tapi tau kah anda bahwa meja kuno yang tampak tidak menarik ini sebenarnya dibuat dari lapisana potongan-potongan mutiara murni yang terbaik dikelasnya, secara artistik di sematkan sesuai pola-pola ukiran meja sehingga menambah keindahan meja kuno ini.

Salah satu keistimewaan meja kuno yang berkilau ini adalah, meja ini sebenarnya tidak terdiri dari satu potongan, melainkan dari dua potongan meja yang disambung dan dilepas sesuai kebutuhan. itu sebabnya meja kuno ini tampak dari jauh terdiri dari empat kaki, walau sebenarnya kalau anda jeli, anda pasti kan tau kalau meja ini terdiri dari delapan kaki yang saling disambungkan.

4. Piring termahal dari Bulungan.


Sewaktu kecil saya pernah mendengan sebuah kisah tentang sebuah kerajaan yang sangat kaya sampai-sampai saat sang raja menjamu para tamunya, ia menggunakan piring, sendok dan gelas yang terbuat dari emas, dan setelah selesai jamuan sang raja memerintahkan untuk membuang semua perabot makan itu di kolam dibelakang istananya seolah memperlihatkan pada tamunya bagaimana kekayaan dan kebesaran yang dimiliki kerajaannya.

Saya menyadari hal tersebut bukan hanya sekedar dongeng belaka, percaya atau tidak dimasa jayanya Kesultanan Bulungan menjamu para tamunya dengan piring mewah yang uniknya, pada bingkai piring itu dibuat dari sepuhan emas murni, beberapa koleksi Bulungan yang dapat diselamatkan dapat kita saksikan sampai hari ini, mungkin di museum ini, saya menemukan sebuah piring yang setara dengan potongan emas.

Rabu, 02 Maret 2011

Makam Keramat Ahmad Maghribi



(makam Syekh Ahmad Al-Magribi).


Bulungan-Banyak warga yang belum tahu jika ternyata Wali Allah yang dimakamkan di Desa Salimbatu atau yang dikenal makam Syekh Maulana Al-Magribi, bernama asli Syaid Abdudurachman Al-Idrus berasal dari Sulu Filipina Selatan, dan berjasa besar dalam menyebarkan Islam pertama kali di Bulungan.


Menurut keterangan yang berhasil dihimpun Koran Kaltim, almarhum Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus lebih dikenal dengan sebutan Al-Magribi tatkala beliau wafat. Konon saat prosesi pemakaman dilaksanakan, matahari seakan enggan masuk keperaduannya, karena menghormati kesolehan almarhum yang sepanjang hidupnya hanya dipergunakan untuk beribadah dan berbuat kebaikan kepada sesama.


Namun setelah warga yang ikut memakamkan pulang kerumah waktu sudah menunjukan pukul 08.00 Wita malam. Maka mulai semenjak itulah warga mengeramatkan makam Syech Syaid Abdudurachman Al-Magribi.


Untuk menyebarkan Islam ke Bulungan, Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus ditemani dua murid setianya yaitu Syech Al-Juhri dan Sultan Iskandar salah satu Sultan yang berkuasa di salah satu kerajaan di Sulu Filipina Selatan yang rela meninggalkan harta, keluarga dan kekuasaan yang dimilikinya hanya semata-mata kecintaan yang tinggi kepada Allah SWT.


Setelah Syech Syaid Abdududrachman Al-Idrus wafat, kedua muridnya tetap melaksanakan dakwah untuk mengajak umat islam mengikuti jejak keduanya untuk menegakkan agama Islam. Hingga akhir hayatnya Syech Al-Juhri dan Sultan Iskandar tetap bermukim di Desa Salimbatu diman makam keduanya berdampingan dengan makam sang guru yaitu Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus.


Juru kunci makam Abdul Majid mengatakan, keberhasilan dalam menyebarkan Islam di pesisir Bulungan dan sekitarnya tidak hanya bisa menggugah hati warga. Bahkan gaungnya juga bisa memasuki ke Keraton Kesultanan, dimana kebesaran Islam ini mulai besar di Tanjung Palas ketika era almarhum Sultan Kasimuddin memerintah, dimana satu-satunya Masjid yang dibangun pada masa itu masih bisa kita saksikan sekarang. “Bahkan masih layak untuk dipergunakan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim setempat,” urainya. (sah/dari berbagai sumber).

Selasa, 01 Maret 2011

Mesjid Tertua

Sejarah Masjid Sultan Kasimuddin
Sejarah kesultanan Bulungan tidak secara spesifik menjelaskan sejarah pembangunan masjid ini. hanya disinggung sedikit bahwa dimasa pemerintahan Sultan ke-6 Bulungan, Datuk Alam bergelar Khalifatul Alam Muhammad Adil yang berkuasa tahun 1873 – 1875, beliau pernah merenovasi Masjid Jami’ Tanjung Palas. Namun tidak menyebutkan kapan persisnya masjid tersebut dibangun. Namun dengan sendirinya kita dapat menyimpulkan bahwa Masjid Jami Kesultanan Bulungan sudah berdiri sebelum masa pemerintahan beliau yang hanya dua tahun itu.
Dan ditambah lagi dengan kenyataan bahwa masjid yang di renovasi oleh Datuk Alam adalah masjid Jami’ yang berbeda dengan Masjid Sultan Kasimuddin, karena lokasinya berbeda tempat. Situs kemenag (kementrian agama RI) menyebutkan bahwa “Masjid Kasimuddin didirikan pada waktu pemerintahan Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin (1901-1925). Setelah meninggal, beliau dimakamkan di halaman masjid sebelah barat,sedangkan makam di sekitarnya merupakan makam keluarga raja.
Semasa hidupnya Sultan Kasimuddin terkenal sebagai sultan bulungan yang gigih melawan pengaruh Belanda di Bulungan, satu ucapan beliau yang sangat terkenal saat ia menghentikan aturan protokoler Belanda yang mengharuskan Sultan menjemput di dermaga ketika pejabat Belanda hendak berkunjung ke isana raja, “kalau kami sendiri harus menjemput tuan Belanda dari kapal untuk menghadap raja, maka raja mana lagi yang harus dikunjungi, karena saya adalah raja !,“ 
Ruang utama Masjid Sultan Kasimuddin dengan rangkaian tiang tiang kayu ulin yang langsing namun begitu kokoh meski sudah berusia begitu tua (foto dari muzarkasy)


Menurut H. E. Mohd Hasan, dkk, Mesjid Kasimuddin di Bangun sekitar tahun 1900-an, letaknya tak begitu jauh dari bekas mesjid pertama yang dibangun oleh Sultan Datu Alam Muhammad Adil yang berada di dekat tepi sungai Kayan.  Lokasi masjid yang kini berdiri terpaut sekitar 150 meter ke arah darat dari lokasi mesjid pertama. Pemindahan lokasi masjid ini kemungkinan besar karena lokasi masjid lama sangat dekat dengan sungai, sehingga dikhawatirkan pondasinya bisa rubuh dan membahayakan jemaah.
Kondisi tanah agak becek karena berupa tanah rawa sehingga masyarakat bergotong royong membersihkan dan menimbunnya. uniknya waktu penimbunan tanah pada siang hari untuk kaum laki-laki sedangkan pada malam hari dikerjakan oleh kaum wanita. tidak hanya masyarakat biasa, Sultan Kasimuddin, beserta staf istana dan pegawai mesjid juga turut terlibat penuh dalam pembangunan mesjid bersejarah ini.
Pada awalnya lantai masjid ini hanya dilapisi tikar, kemudian dengan biaya Sultan Kasimuddin sendiri lantai tersebut dipercantik dengan marmer sampai sekarang. marmer dimesjid Kasimuddin ini kemduian diperindah dimasa Sultan Djalaluddin. Sisi dalam masjid ini juga diperindah dengan seni kaligrafi Islam. sebagai bangunan bersejarah Masjid Sultan Kasimuddin sudah beberapa kali mengalami pemugaran yang dilaksanakan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Timur dari tahun anggaran 1992/1993-1993/1994.
Sebagai masjid Kesultanan, mesjid Kasimuddin memiliki kaitan yang kuat dengan istana Bulungan. pada awalnya para imam mesjid dijabat secara turun temurun. Jabatan imam merupakan jabatan penting. Di tahun 1933 Sultan Kasimuddin melantik tiga belas pejabat keagamaan di Istana Bulungan. Dan kemungkinan besar Qadi yang dilantik pada saat itu adalah Hadji Baha'Uddin, ulama asal Minangkabau, sedangkan Mufti kemungkinan besar adalah Hadji Syahabuddin Ambo' Tuwo, ulama asal Wajo yang juga guru mengaji di Istana Bulungan tempo dulu. Dimasa Sultan Kasimuddin berkuasa, jabatan Mufti Negeri, Qadi dan Imam Besar memiliki peran dan pengaruh yang besar untuk melakukan pembinaan terhadap umat. 
Sisi Mihrab, ruang mihrab dan mimbar di dalam Masjid Sultan Kasimuddin. sekilas saja tampak bahwa arah kiblat di dalam masjid ini sedikit miring. karenanya kemudian deretan sajadah di dalam nya di tata sedikit miring untuk menyesuaikan dengan arah kiblat. (foto dari muzarkasy)n

Legenda Beduk di masjid Sultan Kasimuddin
Seperti masjid masjid tua di Indonesia pada umumnya, masjid Sultan Kasimuddin ini juga dilengkapi dengan Beduk yang sudah sama tuanya dengan bangunan masjidnya sendiri namun masih berpungsi dan kondisi kayunya pun masih sangat baik. Berdasarkan kisah tutur yang berkembang di masyarakat disebutkan bahwa Konon kayu yang dijadikan beduk ini hanyut dari hulu dan terdampar didalam parit dekat lokasi pembangunan mesjid kasimuddin, potongan kayu tersebut sudah berbentuk beduk (mungkin maksudnya sudah berupa potongan kayu besar dengan rongga ditengahnya).
Potongan kayu yang disebut oleh ketua-ketua kampung sebagai "nenek kayu" tersebut kemudian dijadikan beduk di Masjid Sultan Kasimuddin. Beduk berukuran panjang 274 cm, dan ber garis tengah 47 cm dengan ketebalan kayu sekitar 1 inci atau 2,4 cm ini sampai kini masih terawatt dan berfungsi dengan baik di masjid Kasimuddin. 
Mimbar di Masjid Sultan Kasimuddin. Mimbar yang sudah berumur sama tuanya denganbangunan utama masjid ini di ukir dengan sangat indah dengan ukiran khas Bulungan. (foto dari muzarkasy)


Tradisi Masjid Sultan Kasimuddin
Dimasa kesultanan, pada bulan-bulan hijriyah yang penting, ada tradisi berkumpulnya para pemuka agama dan masyarakat serta kerabat kesultanan di istana Bulungan, biasanya diawali dengan tembakan salvo "Meriam Sebenua", khususnya pada awal dan akhir Ramadhan serta malam 1 Syawal. Sehari menjelang Ramadhan, semua pengawai mesjid, berkumpul di istana untuk tahlilan menyambut ramadhan. Selesai acara Sultan biasanya memberikan uang kepada pegawai mesjid atau jawatan keagamaan masing masing kepada Qadi dan juga Mufti 35 gulden, para Imam 25 gulden, khatib 15 gulden dan Santri 10 gulden.
Selama Ramadhan seluruh pegawai mesjid dan staf istana tidak ada yang meninggalkan tempat khusus melaksanakan tugas mereka. sepanjang malam mesjid dan istana raja ramai dengan acara Tadarus Al-Qur'an, Istana juga menyediakan makan bagi mereka yang tadarusan, termasuk sajian buka puasa di masjid dan istana. Khatamul Al-Qur’an dilaksanakan di masjid ini dilanjutkan dengan pembagian zakat fitrah oleh pegawai Masjid. Di masjid ini juga pada masa jayanya Sultan mengeluarkan zakat mall (harta) setiap tanggal 27 Ramadhan. 

Arsitektural Masjid Sultan Kasimuddin
Luas lahan Masjid Kasimuddin 3.560,25 m2, dan luas bangunan 585,64 m2. Bangunan masjid terbuat dari kayu dan beton, berbentuk bangunan semi permanen. Dinding bangunan terbuat dari papan kayu ulin. Menurut keterangan masyarakat setempat pondasi dan lantainya terbuat dart campuran semen dan batu yang berlapiskan tegel/ubin bermotif arsitektur Eropa yang diimpor dart Belanda. Ruang utama berbentuk bujur sangkar, berukuran 19 × 19 m, tinggi bangunan sampai puncaknya 15,50 m.
Bangunan ruang utama mempunyai beberapa tiang penyangga yang terdiri dari empat tiang utama/saka guru dengan penampang segi empat, tinggi 11,15 m. Duabelas tiang pembantu dengan penampang segiempat tinggi 8 m mengelilingi tiang utama. Lima puluh buah tiang pembantu deretan ke tiga mengelilingi 12 tiang pembantu, merupakan deretan tiang paling bawah yang sekaligus menjadi pegangan konstruksi papan dinding dan pintu-pintu masjid, dan empat puluh tujuh tiang. 
Beduk di Masjid Sultan Kasimuddin. (foto dari muzarkasy)

Masjid Kasimuddin tidak mempunyai jendela, namun memiliki 11 pintu yang terletak disekeliling bangunan. terdiri dari 3 pintu depan, 3 pintu kiri, 3 pintu disebelah kanan, dan 2 dua pintu lagi di bagian belakang dekat mimbar menghadap ke kompleks kuburan Sultan Bulungan dan keluarga. Bangunan mihrab masjid ini mempunyai kekhususan pada ruangan dan atapnya. Ruang mihrabnya berukuran 3,60 × 2,80 m dengan bentuk segi lima. Dinding semi permanen terdiri atas bagian bawah setinggi satu meter terbuat dari pasangan ubin/tegel bermotif dengan warna hijau papan kuning, dinding atas terbuat dari bahan papan kayu ulin.
Di bagian dinding sisi mihrab dipasang kaca berwarna putih bening dan bagian atasnya dipasang kaca berwarna hijau yang mengelilingi ruangan tersebut. Kaca kaca ini berfungsi sebagai penerangan alami ruangan masjid di siang hari. Di ruang mihrab ini terdapat enam tiang berfungsi sebagai penopang atap. Atapnya tidak bersusun tiga, berbentuk segi delapan dan meruncing ke atas dan lebih pendek dari pada atap bangunan induk. Dibagian ujung atapnya diletakkan sebuah mahkota terbuat dari kayu ukir.
Sebagaimana masjid masjid lainnya, di Masjid Sultan Kasimuddin ini juga terdapat sebuah mimbar. Mimbar tua didalam Mesjid Sultan Kasimuddin ini dihias dengan ragam seni ukir khas Bulungan yang begitu indah dengan pola ukir dedaunan sangat menonjol dihampir semua bagian mimbar terutama pada bagian tangga, kepala mimbar, bagian dalam mimbar yang semuanya diukir dengan sangat teliti dan dilapis cat berwarna keemasan. Menurut penuturan masyarakat setempat, mimbar tersebut dibuat dan dihadiahkan oleh seorang kerabat Kesultanan yang sangat ahli dalam seni ukir Bulungan. Selesai.
Lokasi Masjid Sultan Kasimuddin
Masjid Sultan Kasimuddin
Desa Tanjung Palas Tengah, Kecamatan Tanjung Palas
Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan Utara
Indonesia

View Masjid Sultan Kasimuddin in a larger map